LABORATORIUM FITOKIMIA
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
LAPORAN
LENGKAP FITOKIMIA
I
DAUN
BELIMBING ( Averrhoa carambola L)
BUAH TARUM (
Indigofera sumatrana Gaertn )
OLEH
:
KELOMPOK :
I (SATU)
ASISTEN :
JUHRIATI, S.Si
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM
MAKASSAR
MAKASSAR
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan
Negara dengan kekayaan alam yang meimpah. Hampir segala jenis tumbuhan dapat
tumbuh di wilayah Negara ini. Sebagian besar sudah dimanfaatkan sejak nenek
moyang kita untuk mengobati berbagai penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dalam
penggunaannya dikenal dengan obat tradisional.
Fitokimia adalah ilmu
yang mempelajari berbagai senyawa organic yang dibentuk dan di simpan oleh
tumbuhan yaitu tentang struktur kimia, biosintesis perubahan dan metabolisme,
penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organic. Fitokimia
atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas segala jenis zat kimia atau
nutrient yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan
buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki defenisi yang lebih
sempit.
Simplisia adalah bahan alamiah (bahan tumbuhan, bahan
hewani, atau bahan mineral) yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali di nyatakan lain, berupa bahan yang telah di
keringkan. ( FI III, 1979).
Kegunaan buah tarum sebagai tanaman obat yaitu mengobati
penyakit rajasinga atau sipilis, cacingan, epilepsi, dan mengurangi depresi.
Sedangkan untuk sampel daun belimbing dapat mengobati batuk, batuk rejan,
rematik, sariawan, jerawat, panu, penyakit gondongan, sakit gigi, darah tinggi,
dan diabetes.
I.2
Maksud dan Tujuan
I.2.1
Maksud percobaan
Mempelajari dan
memahami cara penyiapan sampel atau simplisia, cara mengektraksi senyawa aktif
simplisia dan mengidentifikasi senyawa aktif simplisia secara kromotografi
lapis tipis (KLT).
I.2.2
Tujuan percobaan
- Untuk mengetahui dan memahami cara penyiapan sampel
atau simplisia.
- Untuk mengetahui cara mengektraksi sampel dengan
metode maserasi, dan sokhlet.
- Untuk mengetahui cara mengidentifikasi komponen kimia
atau zat aktif yang terkandung didalam simplisia secara kromotografi lapis
tipis.
I.3
Prinsip Percobaan
v Ekstraksi
Ø Maserasi
Penyarian sederhana dengan merendam serbuk simplisia
dalam suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa hari
dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil di aduk, dimana
cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel lalu
menyari zat aktif, karena adanya perbedaan kosentrasi di dalam dan di luar sel
maka larutan yang kosentrasinya tinggi akan terdesak ke luar sel (terjadi
proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
kosentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel.
Ø Sokhletasi
Merupakan proses penyarian simplisia secara
berkesenambungan dimana cairan penyari di panaskan dan menguap di kondensor
melalui pipa samping dan akan terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan yang
oleh pendingin balik dan kemudian turun untuk menyari simplisia dalam labu alas
bulat setelah melalui pipa sufon. Proses ini berlangsung hingga penyarian
sempurna.
v Partisi
Ø ECC
( esktrak cair-cair)
Pemisahan sebagian terjadi ketika semua zat terlarut
mempunyai kelarutan relative yang bebeda didalam dua pelarut yang digunakan.
Koefisien distribusi menentukan perbandingan kosentrasi dan zat terlarut di
dalam masing-masing pelarut. Senyawa-senyawa yang dipisahkan tetap kontak
kedalam kedua pelarut dan terlarut didalam masing-masing pelarut sesuai dengan
perbandingan yang ditentukan.
Ø ECP
( ekstrak cair padat
)
Pemisahan zat senyawa aktif dengan menggunakan pelarut
non polar, dimana akan diperoleh ektrat yang larut dan tidak larut, yaitu polar
dan tidak polar.
v Kromotografi
lapis tipis (KLT)
Pemisahan komponen
kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang di tentukan oleh fase dian
(adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena ada serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama
sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda
berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pemisahan.
v UV
Ø UV
254
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan nampak berwarna gelap. Penarikan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang nampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke eadaan semula sambil melepaskan energi.
Ø UV
366
Pada UV 366 nm, noda akan berfouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang nampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi
dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366nm terlihat
terang karena adanya silika gel yang digunakan tidak berfuoresensi pada sinar
UV 366 nm.
v H2SO4
10%
Noda pereaksi semprot
H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang
bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia
sehingga panjang gelombang akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi
VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Umum
Simplisia adalah bahan alamiah
yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan
menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan
atau eksudat tumbuhan (Syahid, 2004).
Simplisia sebagai produk hasil
pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya
tidak dapat dijamin selalu konstan karena disadari adanya variabel bibit,
tempat tumbuh, iklim, kondisi umum dan cara panen, serta proses pascapanen dan
preparasi akhir. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa variabel tersebut
tidak berakibat besar pada mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat
dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur
analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak
berdampak banyak pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut
dianggap sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia
Adapun beberapa tahap penyiapan
simplisia ( bahan tumbuhan )
1. Pengumpulan
bahan baku (panen )
2. Sortasi
basah
3. Pencucian
4. Perajangan
pengeringan
5. Sortasi
kering
Ekstraksi pelarut
menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan di
mana tujuan primernya bukanlah analitis namun preparatif, ekstrasi pelarut
dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk
murninya dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun
kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit, namun seringkali hanya diperlukan
sebuah corong pisah. Seringkali suatu permisahan ekstrasi pelarut dapat
diselesaikan dalam beberapa menit.
Ekstraksi merupakan
proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen cairan/campuran
dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut
diuapkan sampai pada kepekatan tertentu. Ekstraksi memanfaatkan
pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak saling tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi
memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industri. Di laboratorium, ekstraksi
seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam
larutan dengan pelaurt air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter,
kloroform, atau benzene.
Kromatografi adalah suatu teknik
pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasidiferensial dinamis dalam
sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak
secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas
disebabkan adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi,kelarutan, tekanan uap,
ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Atau secara sederhanakromatografi
biasanya juga di artikan sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Kromatografi
digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponen.
Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip ini.Kromatografi lapis
tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampelyang ingin di
deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia
denganfase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan
berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang
cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam
akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya palingkecil. Kromatografi lapis tipis
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau
partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang.Pada identifikasi
noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapatlangsung diperiksa dan
ditentukan harga R dan F nya.
Pemisahan KLT dikembangkan oleh Ismailoff
dan Schraiber pada tahun (1938).
Tekniknya menggunakan penyokong fase diam berupa lapisan tipis sepreti lempeng
kaca, aluminium atau plat inert. Derajat
retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai factor resensi (Rf)
Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan,
fase diam dikelompokkan:
a.
Kromatogarfi serapan (Silika gel, alumina, keiselguhr)
b.
Kromatografi partisi (Selulosa, keiselguhr, silika
gel)
c.
Kromatografi penukar ion (Penukar ion selulosa, resina
penukat ion)
d.
Kromatografi gel (Sephadex, Biogel)
KLT mempunyai beberapa kelebihan,
yaitu:
a.
Waktu pemisahan lebih cepat
b.
Sensitive, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit
masih dapat dideteksi.
c.
Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih
sempurna.
KLT sebagai salah satu metode instrumental yang sering digunakan, karena
mempunayi keuntungan antara lain sebagai berikut :
1.
Peralatan yang diperlukan sedikit
2.
Waktu analisis yang cepat
3.
Hasil pemisahan lebih baik
4. Daya
pemisahan tinggi
5.
Pengerjaannya sederhana dan mudah
6.
Harganya terjangka
Metode
ekstraksi terbagi menjadi 2 macam:
1. Ekstraksi cara dingin
Metode ini artinya tidak ada proses
pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari
rusaknya senyawa yang dimaksud akibat proses pemanasan. Ekstraksi dingin antara
lain:
a. Maserasi merupakan proses ekstraksi
menggunakan pelarut diam atau dengan pengocokan pada suhu ruangan. Pada
dasarnya metode ini dengan cara merendam sampel dengan sekali-kali dilakukan
pengocokan. Pengocokan dapat dilakukan dengan menggunakan alat rotary shaker
dengan kecepatan sekitar 150 rpm. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan
selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Namun dari beberapa penelitian
melakukan perendama hingga 72 jam. Selama
proses perendaman, cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar
sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersbut terus berulang hingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan antara larutan di luar sel
dengan larutan di dalam sel. Keuntungan
cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
sederhana. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu cara pengerjaannya
yang lama dan ekstraksi yang kurang sempurna.
b. Perkolasi
merupakan cara
ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui bahan sehingga
komponen dalam bahan tersebut tertarik ke dalam pelarut. Kekuatan yang berperan
pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosis, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Hasil
perkolasi disebut perkolat. Perkolasi
banyak digunakan untuk mengekstraksi komponen dari bahan tumbuhan. Pada proses
perkolasi, terjadi partisi komponen yang diekstraksi, antara bahan dan pelarut.
Dengan pengaliran pelarut secara berulang-ulang, maka semakin banyak komponen
yang tertarik.
Kelemahan dari metode ini yaitu
diperlukan banyak pelarut dan waktu yang lama, sedangkan komponen yang didapat
relatif tidak banyak. Keuntungannya adalah tidak memerlukan pemanasan sehingga
teknik ini baik untuk substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas).
2. Ekstraksi cara panas
Metode ini melibatkan panas dalam
prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses
ekstraksi dibandingkan cara dingin. Metodenya antara lain:
a. Reflux merupakan ekstraksi dengan pelarut
yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan
sejumlah palarut tertentu tertentu dengan adanya pendinginan balik (kondensor).
Umumnya dilakukan tiga kali sampai lima kali pengulangan proses pada residu
pertama agar proses ekstraksinya sempurna.
Prosedur:
Bahan + pelarut -> dipanaskan ->
pelarut menguap -> pelarut yang menguap didinginkan oleh kondensor ->
jatuh lagi -> menguap lagi karena panas -> dan seterusnya.
Proses ini umumnya dilakukan selama 1
jam.
b. Soxlet
adalah proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi ditempatkan dalam suatu timbel yang
permeabel terhadap pelarut dan diletakkan di atas tabung destilasi, dididihkan
dan dikondensaasikan di atas sampel. Kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan
merendam sampel dan diakumulasi sekeliling timbel. Setelah sampai batas
tertentu, pelarut akan kembali masuk ke dalam tabung destilasi secara
otomastis. Proses ini berulang terus dengan sendirinya di dalam alat terutama
dalam peralatan Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lipida. Sampel yang bisa
diperiksa meliputi pemeriksaan lemak,trigliserida,kolesterol.
c. Digesti adalah proses ekstraksi dengan
pengadukan kontinu pada temperature tinggi dari temperatu ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperature 40-50 °C.
d. Infudasi adalah ekstraksi dengan cara perebusan,
dimana pelarutnya adalah air pada temperature 96-98 °C selama 14-20 menit.
Pembagian partisi ada dua yaitu :
a. Ekstraksi
cair - cair adalah suatu metode ekstraksi yang menggunakan corong pisah
sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong pisah.
b. Ekstraksi
cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam 2 macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau
dengan kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik,
dan pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat terlarut dalam air
dan adapula senyawa yang dapat larut dalam
pelarut organik.
II.2 Uraian Bahan
a.
Etanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol
RM / BM : C6H6O / 46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap, rasa panas dan bau khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terindung dari
cahaya matahari
Kegunaan : Sebagai pereaksi
b.
Air suling (Ditjen
POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain :
Air suling, Aquadest
RM/BM :
H2O/18,02
Rumus bangun :
H - O - H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berasa, tidak mempunyai bau
Penyimpanan :
Dalam
wadah tertutup baik
Kegunaan
: Pelarut
c.
Asam
sulfat (FI edisi III, hal 58)
Nama resmi :
ACIDUM
SULFURICUM
Nama lain :
Asam
sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian :
cairan
kental seperti minyak, korosit, tidak berwarna, jika ditambahkan ke dalam air
menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Zat
tambahan
d.
Methanol
(FI edisi III, hal 706)
Nama resmi : METANOLUM
Nama lain : methanol
Rumus molekul : CH2OH
Berat jenis : 0,796
– 0,798
Pemerian : Cairan
jernih tidak berwarna, bau khas
Kelarutan : Dapat
bercampur dengan air membentuk cairan jernih tidak berwarna.
e.
Kloroform
Nama :
CHLOROFORMUM
Nama lain : Kloroform
Berat
molekul : 119,38 g/mol
Rumus
molekul : CHCl3
Pemerian :
Cairan,
mudah menguap; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar.
Kelarutan :
Larut dalam
lebih kurang 200 bagian air; mudah larut dalam etanol mutlak, dalam eter, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan :
Dalam wadah
tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari cahaya.
Kegunaan
: Sebagai eluen.
f. Etil asetat
Nama
resmi : ACIDUM ACETIKUM
Nama
lain : Cuka
Berat
molekul : 60,05
g/mol
Rumus
molekul : C2H4O2
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna, bau menusuk,
rasa asam, tajam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol
(95%), dan dengan gliserol.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai
eluen.
g. N-hexan (FI edisi III : 1159 )
Nama
: N-HEXANA
Berat molekul : 86.18 g/mol
Rumus
molekul : C6H14
Pemerian
: cairan tak berwarna, dapat dibakar.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol mutlak, dapat bercampur dengan eter,
dengan kloroform, dengan benzena dan dengan sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri.
Penyimpanan :
jauhkan dari
nyala api, dan simpan di tempat sejuk dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan
: sebagai eluen.
h. N-butanol (FI edisi III : 663 )
Nama
: N-BUTANOL
Rumus
molekul : C4H9OH
Pemerian
: cairan jernih tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air pada suhu 15,5o
Penyimpanan :
simpan di
tempat sejuk dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan
: sebagai pelarut
II.3 URAIAN TANAMAN
II.3.I
KLASIFIKASI TANAMAN
Tanaman tarum
Kingdom : plantae
Sub kingdom : tracheobionta
Super divisi : spermatophyte
Kelas : magnoliopsida
Sub kelas : rosidae
Ordo : fabales
Famili : fabaceae
Genus : indigofera
Spesies : Indigofera sumatrana Gaertn
Tanaman belimbing
Kingdom : plantae
Subkingdom : tracheabionta
Super divisi : spermathopyta
Divisi : magnoliophyta
Kelas :
magnoliopsida
Sub kelas :
rosidae
Ordo :
geraniales
Famili :
oxalidaceae
Genus :
avverrhoa
Spesies :
Avverrhoa
carambola L.
II.2.2
morfologi tanaman
a. Tanaman
belimbing
Belimbing
Manis (Averrhoa carambola
L.) tumbuh dalam bentuk pohon. Batang jelas terlihat,
berkayu (lignosus), berbentuk silindris, permukaan batang kasar, batang
berwarna coklat tua. Percabangan dikotom, arah tumbuh cabang ada yang condong
ke atas ada yang mendatar.
Daun
(folium) Tergolong daun majemuk menyirip gasal (imparipinnatus). Pada
suatu daun majemuk terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Ibu
tangkai daun (petiolus communis),
b) Tangkai
anak daun (petiololus), dan
c) Anak
daun (foliolum).
b. Tanaman
buah tarum
Tarum dari bahasa Sunda, nila, atau indigo (Indigofera, suku polong-polongan atau Fabaceae)
merupakan tumbuhan penghasil warna biru alami. Orang Jawa menyebutnya sebagai tom. Penggunaan zat pewarna pakaian
ini terutama dilakukan dalam pembuatan batik atau tenun ikat tradisional dari Nusantara. Zat pewarna indigo, sebagai produk dari tumbuhan ini, juga
merupakan komoditas dagang yang penting.
Tarum digunakan untuk berbagai jenis
tumbuhan penghasil warna biru,
kebanyakan dari marga Indigofera. Tarum yang sejati adalah Indigofera sumatrana. Warna biru indigo diperoleh dari
rendaman daun (dalam jumlah banyak). Akar
tarum atau tarum areuy yang juga sering dipakai orang adalah Marsdenia
tinctoria.
Warna biru dihasilkan dari perendaman
daun selama semalam. Setelah semalam akan terbentuk lapisan di atas yang
berwarna hijau atau biru. Cairan ini lalu direbus, lalu dijemur hingga kering.
Tumbuhan ini sangat baik karena
menyuburkan tanah dan dapat menahan erosi.
II.2.3
Khasiat
1. Daun
belimbing wuluh.
Adapun khasiat dari belimbing wuluh
adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan jerawat
Untuk mengobati jerawat siapkan 3 buwah
belimbing wuluh segar. Cuci hingga bersih. Buah diparut dan diberi sedikit
garam. Tempelkan pada kulit yang berjerawat. Lakukan 2 kali sehari. Atau
siapkan 6 buah belimbing wuluh dan 1/2 sendok teh bubuk belerang, digiling
halus lalu diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis. Ramuan ini dipakai
untuk menggosok dan melumas muka yang berjerawat. Lakukan 2-3 kali sehari.
b. Pengobatan Tekanan Darah Tinggi
Siapkan 3 buah belimbing wuluh dan biji
sari gading 25gr yang sudah dicuci bersih. Biji sari gading ditumbuk halus.
Masukan kedalam panci berisi 4 gelas air dan rebuslah bersama belimbing wuluh.
Dinginkan lalu saring sebelum diminum. Cukup diminum 1 gelas sehari. Buah yang
besar dan berwarna hijau diparut, ambil air nya dan diminum. Atau bisa juga
dengan cara menyiapkan 3 buah belimbing wuluh yang dicuci lalu dipotong-potong
seperlunya, direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tinggal tersisa 1 gelas.
Setelah dingin disaring, Minum setelah makan pagi.
c. Obat batuk
Caranya: Daun, bunga, buah yang
masing-masing sama banyaknya direbus dalam air yang mendidih selama 1/2 jam,
dan minum air nya. Untuk batuk pada anak, ambilah 25 kuntum bunga belimbing
wuluh, 1 jari rimpang temugiring, 1 jari kulit kayu manis, 1 jari rimpang
kencur, 2 butir bawang merah, 1/4 genggam pegagan, 1/4 genggam daun saga, 1/4
genggam daun inggu, 1/4 genggam daun sendok, dicuci dan dupotong-potong
seperlunya, direbus dengan 5 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas.
Setelah dingin lalu disaring, diminum dengan madu seperlunya. sehari 3 kali 3/4
gelas.
d. Pengobatan Diabetes
Sementara unutuk anda yang menderita
diabetes, siapkan 6 buah belimbing wuluh, lalu dilumatkan, direbus dengan 1
gelas air sampai airnya tinggal setengah, Saring, minum 2 kali sehari.
e. Pengobatan Gondongan
Caranya: Setengah genggam daun belimbing
wuluh ditumbuk dengan 3 bawang putih. Kompreskan pada bagiyan gondongan. 10
ranting muda belimbing wuluh berikit daunya dan 4 butir bawang merah setelah
dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Balurkan ketempat yang sakit.
f. Rematik
Caranya: Segenggam daun belimbing wuluh
dicuci, tumbuk sampai halus, tambahkan kapur sirih, gosokan kebagiyan yang
sakit itu. 100 gr daun muda belimbing wuluh, 10 biji cengkih dan 15 biji merica
dicuci lalu digiling halus, tambahkan cuka secukupnya sampai menjadi adonan
seperti bubur. Oleskan adonan bubur tadi ketempet yang sakit. Atau bisa juga
dengan cara menyiapan 5 buah belimbing wuluh, 8 lembar daun kantil (Michelia
Champaca L.), 15 biji cengkih, 15 butir lada hitam, di cuci lalu ditumbuk
halus, diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis dan 1 sendok makan minyak
kayu putih. Dipakai untuk menggosok dan mengurut bagiyan tubuh yang sakit. Lakukan
dengan 2-3 kali sehari.
g. Pegal linu
Caranya: Satu genggam daun belimbing
wuluh yang masih muda, 10 biji cengkih, 15 biji lada, digiling halus lalu
ditambahkan cuka secukupnya. Lumukan ke tempat yang sakit.
h. Panu
Caranya: Sepuluh buah belimbing wuluh dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirih sebesar biji asam, diremas sampai rata. Ramuan ini dipakai untuk menggosok kulit yang terasa panu. Lakukan 2 kali sehari.
Caranya: Sepuluh buah belimbing wuluh dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirih sebesar biji asam, diremas sampai rata. Ramuan ini dipakai untuk menggosok kulit yang terasa panu. Lakukan 2 kali sehari.
Kunci Determinasi Tumbuhan Belimbing:
1a-2a-3b-4b-5-6b-7a-8b-9a-10b-11b-12b-13a-14a,15a-16b-117a-18b-19b-20a-21a-22a-23a-24a-25a-26a-27b-28b-29a-30a-31b-32b-33a-34b-35b-36a-37b-38a-39b-40a-41a-42b-43a-44a-45b-46a-47b-48b-49a-50b-51a-52b-53b-54b-55a-56a-57a.
2. Buah
tarum
Adapun khasiat dari buah tarum sebagai
berikut :
a. mengobati raja singa atau sipilis
Di siapkan
daun tarum secukupnya, dan air bersih 3 gelas, dengan cara membuat di ambil
daun tarum secukupnya, lalu cuci hingga bersih. Setelah bersih kemudian
tambahkan tiga gelas air bersih. Lalu rebus sampai mendidih. Setelah mendidih
jangan langsung diangkat, biarkan terlebih dahulu beberapa saat sampai airnya
kira-kira tinggal satu gelas. Baru kemudian angkatlah, dinginkan dan saring.
b.
Mengobati gondong
Di siapkan daun
tarum 2 genggam, kemudian dicuci hingga bersih lalu ditumbuk sampai lumat. Balurkan ramuan pada bagian
yang sakit.
c.
Mengobati cacingan
Di siapkan daun
tarum secukupnya, dan air bersi 3 gelas, dengan cara membuat ambil daun tarum
secukupnya, lalu cuci hingga bersih. Kemudian tambahkan tiga gelas air bersih,
lalu rebus sampai mendidih, biarkan beberapa saat sampai airnya kira-kira
tinggal satu gelas. Kemudian angkat, dan dinginkan kemudian saring,
d.
Mengobati ayan atau epilepsi
Di siapkan daun tarum secukupnya dan air bersih 3 gelas, dengan
cara membuat, Cuci hingga bersih daun tarum, kemudian
rebus menggunakan tiga gelas air bersih sampai mendidih. Setelah mendidih
jangan langsung diangkat, biarkan beberapa saat sampai airnya tinggal satu
gelas. Angkat, dinginkan dan saring. Minum ramuan
herbal tarum sekaligus.
e. Mengurangi depresi
Di siapkan
daun tarum secukupnya, dan air bersih 3 gelas, dengan cara membuat, ambil daun
tarum secukupnya, lalu cuci hingga bersih. Tambahkan tiga gelas air bersih lalu
rebus sampai mendidih. Setelah mendidih biarkan terlebih dahulu beberapa saat
sampai airnya tersisa satu gelas. Baru kemudian angkat, dinginkan dan saring,
Minum ramuan herbal tarum sekaligus.
Kunci Determinasi Tanaman Tarum:
1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11a-67a-68a………..16.
BAB
III
METODELOGI
PERCOBAAN
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan yaitu: batang pengaduk, blender
kering, botol
semprot, cawan porselin, chamber, corong pisah, cutter, gunting, gelas
kimia, gelas ukur, kamera
digital, klem,
kondensor, labu alas bulat, lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, oven, parang,
pisau cutter, penggaris, pensil, pisau/ pipa kapiler, pinset, refluks, sasak ukuran 60 x 40 cm, soxhlet, statif dan toples kaca, timbangan
analitik, vial.
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu: aluminium foil, alkohol 70 %, aquadest, buah tarum, cawan porselin, daun belimbing, eluen,ekstrak
larut heksan daun belimbing, ekstrak
larut heksan buah tarum, ekstrak larut air daun belimbing, ekstrak larut air buah tarum, ekstrak
methanol daun belimbing, ekstrak methanol buah tarum, ekstrak larut butanol daun belimbing, ekstrak larut butanol, isolasi bening, kapas, kertas, koran, kertas
saring, lakban, lempeng
silica gel F 254,
metanol,
n-hexan, n-butanol jenuh
air, pulpen,
spidol, tanaman utuh atau perwakilan bagian-bagian tanaman, tissue roll,
III.2
Cara Kerja
1. Penyiapan Sampel
- Sampel
disortasi basah
- kemudian
dicuci pada air mengalir lalu diangin-anginkan hingga kering pada tempat yang
tidak terkena sinar matahari langsung,
- sampel
dirajang, untuk sampel buah tarum dihaluskan menggunakan blender kering,
2. Ekstraksi
a. Metode maserasi daun belimbing
- Disiapkan
alat dan bahan
- Sampel
ditimbang 100 g, kemudian dimasukkan ke dalam toples
- Ditambahkan
methanol sedikit demi sedikit untuk membasahkan dibiarkan beberapa menit sampai
terbasahi semua.
- Diadkan
methanol hingga 1300 ml sampai semua sampel terendam
- Toples
kemudan ditutup dengan aluminium foil kemudian ditutup rapat dengan penutupnya
- Di
diamkan selama 3 x 24 jam sambil sesekali di aduk
- Ekstrak
kemudian di saring ke dalam mangkok dengan menggunakan kertas saring lalu
diuapkan hingga di peroleh ekstrak kental/ kering.
b. Metode soxletasi buah tarum
-
Disiapkan alat dan bahan
-
Ditimbang sampel 30,52 g
-
Sampel kemudian dimasukan kedalam tabung yang
sebelumnya telah dilapisi kertas
saring
-
cairan penyari methanol dimasukan kedalam
labu alas bulat
-
Alat soxletasi di rangkaikan
-
Dilakukan metode soxletasi hingga cairan
berawarna bening, selama 24 siklus
-
Ekstrak kemudian di saring ke dalam mangkok
dengan menggunakan kertas saring lalu diuapkan hingga di peroleh ekstrak
kental/ kering.
3. Partisi Ekstrak Cair-Cair (ECC) daun
belimbing, buah tarum dan batang
kiti-kiti
- Disiapkan
alat dan bahan
- Ekstrak
methanol ditimbang sebanyak 1 g
- Ekstrak
kemudian dilarutkan dengan 15 ml hexan dan dimasukan ke dalam corong pisah
- Ekstrak
yang tidak larut disuspensikan dengan 5 ml aquadest dan dimasukan kedalam
corong pisah
- Corong
pisah dikocok hingga homogen dan didiamkan selama beberapa saat hingga terbentuk
2 fase, ekstrak yang larut hexan berada diatas sedangkan ekstrak yang larut air
(tidak larut hexan) berada di bawah.
- Ekstrak
yang larut hexan kemudian di tampung dan ekstrak yang larut air dimasukan
kembali dan ditambahkan 15 ml hexan yang baru, penggantian pelarut hexan yang
baru dilakukan sebanyak 3 kali.
- Ekstrak
yang larut hexan kemudian diuapkan, lalu di timbang dan dimasukan ke dalam
vial.
- Ekstrak
yang larut air kemudian ditambahkan pelarut n-butanol jenuh air sebanyak 15 ml
didalam corong pisah dan kemudian dikocok.
- Kemudian
corong pisah didiamkan hingga terbentuk 2 fase
- Kemudan
lapisan kedua pelarut yang terbentuk ditampung ke dalam dua wadah yang berbeda.
- Kemudian
ekstrak n-butanol dan ekstrak larut air diuapkan hingga terbentuk ekstrak kental
- kemudian
ekstrak kental di timbang dan di masukan ke dalam vial
- Kemudian
dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT).
4. Cara
Kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a.
Penyiapan Lempeng silika gel
- Lempeng
silica gel F 254 yang berukuran 20 x 20 cm, di potong dengan ukuran 7 cm x 2
cm.
- Lempeng
yang telah dipotong tersebut di aktifkan dalam oven pada suhu 1100
C.
b. Penjenuhan
chamber
-Disiapkan dua buah chamber
yang bersih lengkap dengan penutupnya.
-Chamber (1) diisi dengan
eluen dengan kepolaran yang rendah, hexan : etil asetat = 5:1
-Chamber (2) diisi dengan
eluen dengan kepolaran yang tinggi, kloroform : methanol = 4:1
-Kemudian dimasukan potongan
kertas saring yang panjangnya melebihi tinggi chamber kemudian ditutup
-Dibiarkan hingga eluen naik
pada kertas saring hingga melewati penutup kaca (chamber telah jenuh)
c.
Penotolan sampel pada lempeng
-Disiapkan alat dan bahan
-Ekstrak n-heksan dilarutkan
dengan kloroform, ekstrak awal (methanol) dilarutkan dalam campuran kloroform
dan methanol dengan perbandingan 1:1, ekstrak larut air (tidak larut heksan)
dilarutkan dalam methanol dan air dengan perbandingan 1:1, ekstrak n-butanol
dilarutkan dengan methanol.
-Ekstrak diambil dengan
menggunakan pipa kapiler, kemudian ditotolkan pada lempeng yang telah
disiapkan.
-Lempeng yang telah ditotol
diangin-anginkan sebentar untuk menguapkan pelarutnya.
d.
Pengelusian sampel pada lempeng
-
Lempeng dimasukan ke dalam chamber yang telah
di jenuhkan
-
Bila eluen telah mencapai batas atas dari
lempeng silica gel, maka lempeng tersebut dapat dikeluarkan
e. Penampakan
noda pada UV 254 nm dan UV 366 nm
-Setelah proses KLT selesai
dilakukan, maka lempeng silica gel di letakkan di bawah lampu UV 254 nm dan 366
nm,
-kemudian di amati noda yang
tampak, lalu di foto dan digambar pada kertas kalkir yang ukurannya di
sesuaikan dengan ukuran lempeng silica gel.
f.
Penampakan noda H2SO4
10 %
-Setelah penampakan noda pada
UV, dilakukan juga penampakan noda dengan menggunakan asam sulfat 10 %.
-Lempeng silica gel
disemprotkan dengan asam sulfat 10 %,
-lalu dipanaskan dengan
pemanas listrik hingga tampak noda yang terbentuk.
-Kemudan noda gambar dan di foto pada
kertas kalkir yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran lempeng silica gel.
BAB IV
HASIL
PERCOBAAN
IV.1 Data Pengamatan
- Eluen Hexan : Etil ( 5
: 1 )
|
NO
|
Sampel
|
Warna ekstrak
|
Ekstrak
|
Noda
|
Rf
|
|
1
|
Daun
belimbing
|
hijau kehitaman
|
Ekstrak
Awal
|
1
|
0,14 cm
|
|
Ekstrak
butanol
|
1
|
0,08 cm
|
|||
|
2
|
0,47 cm
|
||||
|
3
|
0,85 cm
|
||||
|
4
|
0,94 cm
|
||||
|
Ekstrak hexan
|
1
|
0,07 cm
|
|||
|
2
|
0,175 cm
|
||||
|
3
|
0,35 cm
|
||||
|
4
|
0,54 cm
|
||||
|
5
|
0,70 cm
|
||||
|
6
|
0,94 cm
|
||||
|
Larut air
|
-
|
-
|
|||
|
2
|
Buah tarum
|
Coklat
kehitaman
|
Ekstrak
Awal
|
1
|
0,7 cm
|
|
2
|
0,42 cm
|
||||
|
3
|
0,59 cm
|
||||
|
Ekstrak butanol
|
1
|
0,10 cm
|
|||
|
Ekstrak hexan
|
1
|
0,17 cm
|
|||
|
2
|
0,29 cm
|
||||
|
3
|
0,56 cm
|
||||
|
4
|
0,77 cm
|
||||
|
Larut air
|
1
|
0,.07 cm
|
- Eluen Kloroform : Metanol ( 4
: 1 )
|
No
|
Sampel
|
Warna ekstrak
|
Ekstrak
|
Noda
|
Rf
|
|
1
|
Buah tarum
|
Biru
tua
|
Ekstrak
Awal
|
1
|
0,75 cm
|
|
Ekstrak butanol
|
1
|
0,17 cm
|
|||
|
2
|
0,26 cm
|
||||
|
3
|
0,73 cm
|
||||
|
4
|
0,87 cm
|
||||
|
Ekstrak hexan
|
-
|
-
|
|||
|
Larut air
|
1
|
0,15 cm
|
|||
|
2
|
0,22 cm
|
||||
|
3
|
0,68 cm
|
IV.2 Perhitungan
a. Perhitungan
nilai Rf
Dik
: Panjang lempeng = 7 cm
Batas
atas lempeng = 0,5 cm
Batas
bawah lempeng = 0,8 cm
Dit
: Rf = .... ?
Peny
:
Jarak tempuh pelarut = panjang lempeng – (Batas
atas+batas Bawah)
= 7 cm – (0,5 cm + 0,8 cm)
= 7 cm – 1,3 cm
= 5,7 cm
· Daun belimbing ( Eluen Hexan : Etil )
a. Ekstrak
awal
Noda 1 = 0,8 cm
=
0,14 cm
b. Ekstrak
butanol
Noda 1 = 0,5 cm
=0,08 cm
Noda 2 = 2,7 cm
=
0,47 cm
Noda 3 = 4,9 cm
=
0,85 cm
Noda 4 = 5,4 cm
=
0,94 cm
c. Ekstrak
hexan
Noda 1 = 0,4 cm
=
0,07 cm
Noda 2 = 1 cm
=
0,175 cm
Noda 3 = 2 cm
=
0,35 cm
Noda 4 = 3,1 cm
=
0,54 cm
Noda 5 = 4 cm
= 0,70 cm
Noda 6 = 5,4 cm
=
0,94 cm
d. Larut
air
Tidak terdapat noda
·
Buah
tarum ( Eluen Hexan : Etil )
a. Ekstrak
awal
Noda 1 = 1 cm
=
0,7cm
Noda 2 = 2,4 cm
=
0,42 cm
Noda 3 = 3,4 cm
=
0,59 cm
b. Ekstrak
butanol
Noda 1 = 0,6 cm
=
0,10 cm
c. Ekstrak
hexan
Noda 1 = 1 cm
=
0,17cm
Noda 2 = 1,7 cm
=
0,29 cm
Noda 3 = 3,2cm
=
0,56 cm
Noda 4 = 4,4 cm
=
0,77 cm
d. Larut
air
Noda 1 = 0,4 cm
=
0,07 cm
· Buah tarum (Eluen Kloroform : Metanol)
a. Ekstrak
awal
Noda 1 = 4,3 cm
=
0,75cm
b. Ekstrak
butanol
Noda 1 = 1 cm
=
0,17 cm
Noda 2 = 1,5 cm
=
0,26 cm
Noda 3 = 4,2 cm
=
0,73 cm
Noda 4 = 5 cm
=
0.87 cm
c. Ekstrak
hexan
Tidak ada noda
d. Larut
air
Noda 1 = 0,9 cm
=
0,15 cm
Noda 2 = 1,3 cm
=
0,22cm
Noda 3 = 3,9 cm
=
0,68 cm
b. Perhitungan tingkat kepolaran
Diketahui:
Konstanta
dielektrik (Kd) hexan = 2,0
Konstanta dielektrik (Kd) etil asetat = 6,0
Konstanta dielektrik (Kd) kloroform = 4,8
Konstanta dielektrik (Kd) metanol = 33
Ditanyakan : tingkat kepolaran hexan,
etil asetat, kloroform, dan methanol…. ?
Penyelesaian:
-
Hexan : etil
asetat (5:1)
-
Kloroform : methanol
(4:1)
BAB
V
PEMBAHASAN
Sampel diambil dari habitat
aslinya yaitu di dusun Saluttowa,Desa Parigi, Kec Tinggi Moncong, Kab Gowa.
Cara pengambilan sampel daun
yaitu
dengan cara memetik daun kelima dari pucuk hingga ke bawa, dipetik langsung
pada bagian tangkai tersebut yang belum menguning atau rusak . Pemetikan ini
dilakukan pada pukul 9 pagi sampai 12
siang karena pada saat ini terjadi
fotosintesis maksimal dimana terjadi pembentukan zat-zat aktif (senyawa metabolit primer
maupun sekunder). Sedangkan untuk sampel buah diambil dengan
cara memetik langsung sampel yang telah matang tapi belum masak betul.
Setelah dipetik sampel
kemudian disortasi basah dengan cara dicuci dengan air mengalir, untuk
menghilangkan kotoran yang melekat. Setelah itu sampel dikeringkan dan dipotong
kecil sampai derajat halus 4/18. Sampel tidak boleh dipotong kecil pada saat
dikeringkan, hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kehilangan
komponen kimia . Cara pengeringan yaitu dengan diangin-anginkan , dan tidak
dikeringkan dibawah sinar matahari langsung untuk menghindari kerusakan
komponen kimia. Pengeringan dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi
enzimatis, dimana reaksi ini terjadi jika simplisia mengandung air lebih dari
10%. Selain itu proses pengeringan itu dimaksudkan untuk mencegah tumbuhnya
jamur dan mencegah pembusukan bila
simplisia disimpan dalam jangka waktu yang lama. Setelah sampel kering, dilakukan sortasi
kering yaitu dengan menghilangkan kotoran-kotoran yang bercampur pada sampel.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk menarik komponen kimia yang terkandung
pada sampel. Pemilihan metode ekstraksi disesuaikan dengan sifat fisika kimia
dari sampel. Metode ekstraksi untuk sampel daun belimbing (Averrhoa carambola) adalah maserasi karena
sampel mamiliki tekstur yang lunak sehingga dapat dengan mudah ditembus oleh
cairan penyari, Proses
penyarian sampel terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi larutan zat aktif dalam sel dan cairan penyari diluar sel,
sehingga larutan zat aktif akan berdifusi keluar sel sampai terjadi
keseimbangan. Dengan metode ini dapat mencegah kerusakan zat aktif yang tidak
tahan terhadap pemanasan yang mungkin
terkandung dalam sampel, cara
mengekstraksi sampel yaitu dengan merendam sampel dalam suatu wadah dengan
menggunakan pelarut metanol. Metanol
merupakan pelarut yang bersifat semipolar sehingga dapat menarik komponen polar
dan non polar dalam sampel. Penyarian dilakukan selama 3 hari dengan beberapa
kali pengadukan. Setelah itu cairan penyari dipisahkan dan diuapkan hingga
diperoleh ekstrak kental. Sedangkan
untuk sampel buah tarum (Indigovera
sumatrana) metode ekstraksi yang digunakan adalah soxhletasi karena
sampel ini memiliki tekstur yang lunak dan tidak tahan panas. Keuntungan metode
soxhletasi adalah cairan penyari yang dibutuhkan sedikit langsung didapatkan
hasil yang pekat. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah metanol.
Ekstrak kental yang
diperoleh kemudian diekstraksi kembali dengan metode ekstraksi cair-cair dengan
menggunakan corong pisah. Ekstraksi ini menggunakan dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimana komponen kimia tersebut akan terdistribusi pada kedua
fase pelarut sesuai derajat kelarutannya. Ekstrak yang telah dikeringkan
ditimbang sebanyak 1 gram kemudian diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut
heksan dan butanol. Hal ini dilakukan untuk memisahkan komponen yang polar dan
non polar dari sampel, dimana komponen nonpolar akan larut dalam heksan dan
komponen polar akan larut dalam air. Ekstraksi dilakukan tiga kali agar
penyarian betul-betul sempurna sehingga komponen polar dan nonpolar dapat
terpisah dengan baik. Lapisan air dikeringkan kemudian ditambahkan butanol
jenuh air sehingga komponen polar akan larut dalam butanol dan dan komponen
yang sangat polar akan larut dalam air. Pelarut n-butanol harus jenuh air agar
dapat dipisahkan antara komponen yang larut air dan yang larut butanol sehingga
pemisahan berlangsung sempurna.
Ekstrak heksan dan ekstrak metanol dilarutkan dalam campuran kloroforom dan methanol dengan perbandingan 1:1. Ekstrak
butanol dilarutkan dengan
methanol,ekstrak air dilarutkan dalam campuran methanol dan air dengan
perbandingan 1:1. Keempat ekstk tersebut kemudian ditotolkan pada lempeng KLT
yang telah diaktifkan. Pengaktifan lempeng bertujuan mengurangi kandungan air
dari lempeng karena lempeng bersifat higroskopis. Jika lempeng mengandung air
maka proses elusi tidak berjalan baik. Lempeng diaktifkan dengan menggunakan hot
plate selama 5 menit. Setelah sampel ditotol, kemudian dielusi dengan
eluen dalam chamber yang telah
dijenuhkan. Eluen yang digunakan ada dua macam yaitu eluen polar dan eluen nonpolar, untuk eluen yang pertama digunakan perbandingan
hexan : etil (5:1), kemudian eluen yang kedua digunakan perbandingan kloroform
: methanol (4:1). Eluen yang digunakan dalam proses elusi
merupakan kombinasi dari dua macam pelarut, hal ini dimaksudkan untuk mencapai
semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat mengangkat noda dengan tingkat
kepolaran yang berbeda-beda serta untuk memudahkan pencarian kromatogram yang
bagus. Jika pada penampakan noda belum diperoleh pemisahan yang baik atau noda
terlalu ke atas atau ke bawah maka dapat diubah perbandingan kombinasinya. Selain
itu ekstrak yang ditotolkan tidak boleh terlalu pekat untuk mencegah
terbentuknya noda berekor.
Masalah/ penyebab yang menyebabkan ketidak satbilan noda pada lempeng KLT yaitu
ekstrak terlalu pekat, ekstrak bersifat asam atau basa, senyawa bersifat polar,
dan chamber yang tidak jenuh.
Setelah lempeng dielusi,
maka dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan kemudian diamati dibawah sinar UV
254 nm dan 366nm. Identifikasi noda berdasarkan flouresensi yang diberikan oleh senyawa
terhadap energi atau panjang gelombang yang diberikan, sehingga memberi warna
yang karakteristik. Hal ini disebabkan karena adanya gugus kromofor pada senyawa itu yaitu
gugus yang mengabsorbsi pada daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak. Adanya
perbedaan kemampuan menyerap energi pada gelombang yang diberikan menyebabkan
perbedaan intensitas warna yang tampak sebagai noda.
Pada lampu UV 254 nm lempeng
yang digunakan menggunakan indikator florosensi sehingga bila dikenai sinar UV
lempeng akan berflorosensi dan noda akan tampak lebih gelap. Sedangkan pada
lampu UV 366 nm yang berflorosensi adalah senyawa yang terkena sinar UV dan
dapat ditangkap oleh mata, umumnya warna noda yang teramati pada pada lampu UV
366 nm adalah warna ungu, sebab warna ungu merupakan warna yang memiliki panjang gelombang
yang paling panjang dibandingkan dengan warna-warna lain sehingga dapat
terlihat pertama kali. Penampakan noda juga dapat dilihat dengan cara
penyemprotan H2SO4 10%. Penampakan noda ini disebabkan
karena gugus OH yang dimiliki H2SO4 sehingga berfungsi
sebagai auksokrom, dimana auksokrom ini dapat menyebabakan pergeseran
batokromik yaitu pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih panjang.
Konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 10% karena jika
terlalu pekat maka dapat berbahaya bagi kita. Selain itu bila terlalu pekat
cairan sulit keluar jika disemprot.
BAB
VI
PENUTUP
VI.1
Kesimpulan
Dari
hasil percobaan dapat disimpulkan :
1.
Tahap penyiapan simplisia adalah pengumpulan
bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi
kering.
2.
Metode ekstraksi untuk daun belimbing adalah
maserasi dan buah tarum adalah
soxletasi.
3.
Partisi ekstrak untuk ekstrak daun belimbing dan buah tarum adalah ekstraksi
cair-cair
4.
Pada uji kromatografi lapis tipis didapatkan
perbedaan pada nilai Rf dan noda yang terbentuk dalam bentuk berekor
5.
Pada
profil KLT daun belimbing dengan eluen hexan : etil (5:1) terjadi penampakan
noda pada ekstrak awal 1 noda, ekstrak butanol 4 noda, ekstrak hexan 6 noda,
dan ekstrak larut air tidak terdapat noda.
6.
Pada
profil KLT buah tarum dengan eluen hexan : etil (5:1) terjadi penampakan noda
pada ekstrak awal 3 noda, ekstrak butanol 1 noda, ekstrak hexan 4 noda, dan
ekstrak larut air 1 noda. Sedangkan untuk eluen kloroform : methanol (4:1)
terjadi penampakan noda untuk ekstrak awal 1 noda, ekstrak butanol 4 noda,
ekstrak hexan tidak ada noda, dan ekstrak larut air 3 noda.
VI.2
Saran
Arahan dari asisten sangat diharapkan dalam percobaan ini
DAFTAR
PUSTAKA
- Wijaya, Kusuma Hembing, (1996), “Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Jilid IV, Pustaka Kartini, Jakarta. 109-111.
2. Romimohtarto, Kasijan., Juwana, Sri.,
(2001), “ Biologi
Laut “, Djambatan, Jakarta.
3. Depkes
RI, (1989), “Sediaan Galenik”,
Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. 10,28, 30.
4. Tim Dosen , (2003), “Penuntun Praktikum Fitokimia I”, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Farmasi,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
5. Gritter J.R., James, M.B.,
(1991), “Pengantar Kromatografi”,
Penerbit ITB, Bandung. 6,83,107,109.
6. Sastrohamidjojo, (1985), “Kromatografi “, Penerbit Liberty,
Yogyakarta. 27
7. Hostettmann.
K,dkk (1995), “Cara Kromatografi
Preparatif”, Penerbit ITB, Bandung. 12,13,14,15.
8. Tim Dosen , (2003), “Penuntun Praktikum Fitokimia II”, Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia, Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.